Latar
Belakang
Keluarga Magelhaens adalah keluarga bangsawan Spanyol, maka, menurut
kebiasaan setempat, Ferdinand telah direkrut sejak mudanya sebagai ajudan di
istana kerajaan. Di sini, selain mendapat pendidikan, ia belajar secara
langsung prestasi pria-pria seperti Christopher Columbus, yang baru kembali
dari Amerika setelah mencari rute
pelayaran laut di sebelah barat ke Kepulauan Rempah (Indonesia)
yang menjadi buah bibir. Beberapa waktu kemudian, Fernando muda bercita-cita
untuk merasakan sendiri desau kibaran layar diterpa angin serta semburan air
laut pada wajahnya di samudera yang masih perawan.
Sungguh menyedihkan,
tuan dari Fernando, Raja John, dibunuh pada
tahun 1495 dan Pangeran Manuel, yang lebih
berminat akan harta sebaliknya daripada penjelajahan, naik takhta. Karena
alasan tertentu, Manuel tidak menyukai Fernando yang kala itu berusia 15 tahun
dan selama bertahun-tahun mengabaikan permintaannya untuk melaut. Tetapi
sewaktu Vasco da Gama kembali dari India membawa muatan
rempah-rempah, Manuel mengendus aroma kekayaan yang berlimpah-limpah. Akhirnya,
pada tahun 1505, ia mengizinkan Magelhaens berangkat Afrika Timur dan India
dalam sebuah armada Portugal untuk membantu
mengambil alih perdagangan rempah dari para saudagar Arab. Setelah itu, ia
berlayar lebih jauh ke timur ke Malaka bersama ekspedisi militer lainnya.
Selama suatu pertikaian
di Maroko pada tahun 1513,
Magelhaens mengalami cedera yang serius di lutut. Akibatnya, ia menjadi timpang
seumur hidupnya. Ia meminta Manuel untuk menaikkan pensiunnya. Tetapi kebencian
Manuel tidak berkurang, tidak soal seberapa besarnya penjelajahan, pengorbanan,
dan keberanian Magelhaens sehingga kemudian ia hidup dalam kemiskinan meskipun
masih menyandang gelar bangsawan.
Pada masa paling susah
dalam kehidupan Magelhaens, ia dikunjungi oleh seorang teman lama, navigator
terkenal, Joāo de Lisboa.
Mereka berdua membahas cara mencapai Kepulauan Rempah dengan pergi ke barat
daya, melalui el paso—sebuah selat yang menurut
kabar angin adalah jalan pintas melewati Amerika
Selatan—dan kemudian menyeberangisamudera yang belum lama itu
ditemukan oleh Balboa sewaktu ia mengarungi tanah genting Panama.
Mereka yakin bahwa di sisi lain dari samudera ini terletak Kepulauan Rempah.
Magelhaens kini sangat
berhasrat untuk melakukan apa yang gagal dilakukan Columbus—menemukan rute
barat menujuTimur,
yang ia yakin lebih pendek daripada rute sebelah timur. Tetapi ia membutuhkan
dukungan finansial. Maka, karena masih merasa jengkel atas kegusaran Manuel, ia
melakukan apa yang Columbus sendiri lakukan beberapa tahun sebelumnya—ia
meminta dukungan raja Spanyol.
Persiapan
Pelayaran Menuju Maluku
Charles, penguasa
Spanyol, memberi Magelhaens lima kapal tua untuk diperbaiki dan dipersiapkan
guna ekspedisi tersebut, mengangkat dia menjadi kapten-jenderal armada itu, dan
menjanjikannya pembagian laba dari rempah-rempah yang dibawa pulang. Magelhaens
segera mulai bekerja. Tetapi karena upaya-upaya licik Raja Manuel untuk
menyabot proyek tersebut, dibutuhkan lebih dari satu tahun hingga armada
tersebut akhirnya siap untuk pelayarannya yang bersejarah.
Keberangkatan
Pada tanggal 20 September 1519, kapal San Antonio, Concepción, Victoria,
dan Santiago—yang terbesar hingga yang terkecil—mengikuti kapal
induk Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua,
seraya mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember,
mereka mencapai Brasil,
dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka
memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk
perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan ke
tempat yang sekarang adalah Argentina,
senantiasa mencari-cari el paso, jalur yang sulit ditemukan
yang menuju ke samudera lain. Sementara itu,
udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1520,
Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San Julián yang
dingin.
Pelayaran tersebut kini
telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran Columbus mengarungi Samudra
Atlantik yang
pertama kali—dan belum terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai
sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten serta
perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah mengherankan bila
terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang cepat dan tegas di pihak
Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing
di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang kuat dan berbadan
besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini,
para pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia—dari kata Spanyol yang berarti kaki
besar. Mereka juga mengamati "serigala laut sebesar anak lembu, serta
angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah air, makan ikan, dan
memiliki paruh seperti gagak", Tentu saja tidak lain tidak bukan adalah
anjing laut dan pinguin.
Daerah lintang kutub cenderung mengalami
badai yang ganas secara tiba-tiba, dan sebelum musim dingin berakhir, armada
itu mengalami korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun, untunglah para
awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat
kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di
tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat tenaga
menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga tanggal 21 Oktober.
Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata terpaku pada
sebuah celah di sebelah barat. Akhirnya, mereka berbalik dan memasuki selat
yang belakangan dikenal sebagaiSelat
Magelhaens! Namun, San Antonio dengan sengaja menghilang di tengah
jaringan rumit selat itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih
bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-tebing berselimut
salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu. Merek
mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan
orang Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Pencobaan
yang Hebat di Samudera Pasifik
Mereka bahagia karena
bisa melewati rintangan dari ganasnya Samudra Atlantik. Setelah melewati lima
minggu, mereka berlayar menuju sebuah samudra yang sedemikian tenangnya
sehingga Magelhaens menamakannya Pasifik
(dulu kita mena-
makannya dengan Lautan Teduh).. Pria-pria itu memanjatkan doa, menyanyikan himne, dan merayakan penaklukan itu dengan menembakkan meriam. Tetapi kebahagiaan mereka berumur pendek. Mereka dihadang bencana yang lebih hebat daripada yang sudah-sudah, karena perairan ini ternyata bukan laut kecil yang mereka bayangkan—laut ini seolah-olah tak berujung, dan mereka semakin lapar, semakin lemah, dan semakin banyak yang sakit.
makannya dengan Lautan Teduh).. Pria-pria itu memanjatkan doa, menyanyikan himne, dan merayakan penaklukan itu dengan menembakkan meriam. Tetapi kebahagiaan mereka berumur pendek. Mereka dihadang bencana yang lebih hebat daripada yang sudah-sudah, karena perairan ini ternyata bukan laut kecil yang mereka bayangkan—laut ini seolah-olah tak berujung, dan mereka semakin lapar, semakin lemah, dan semakin banyak yang sakit.
Antonio Pigafetta,
seorang Italia yang tangguh, membuat
semacam jurnal. Ia menulis, "Hari Rabu,
tanggal dua puluh delapan November 1520,
kami . . . memasuki Laut Pasifik, dan selama tiga bulan dua puluh hari kami
belum mengisi perbekalan . . .Kami hanya makan biskuit busuk yang telah menjadi
remah, dan penuh dengan belatung, dan berbau busuk akibat kotoran tikus di
atasnya . . . dan kami minum air yang berwarna kuning dan berbau busuk. Kami
juga makan kulit sapi . . . , serbuk gergaji, dan tikus-tikus yang
masing-masing berharga setengah keping emas, tetapi tidak banyak yang dapat
kami tangkap". Jadi, seraya angin segar terus menerpa layar mereka dan air
jernih menyelusup di bawah ujung geladak mereka, pria-pria ini tergeletak
sekarat akibat kudis. Sembilan belas orang meninggal pada saat mereka mencapai
Kepulauan Mariana, pada tanggal 6 Maret 1521.
Tetapi di sini, karena
bentrok dengan penduduk pulau, mereka hanya berhasil mendapat sedikit makanan
segar sebelum berangkat. Kemudian, pada tanggal 16 Maret,
mereka melihat Filipina.
Akhirnya, akhirnya semua pria ini mendapat makanan yang baik, beristirahat, dan
memulihkan kesehatan dan kekuatan mereka.
Kematian
Ferdinand Magelhaens
Sebagai pria yang
sangat religius, Magelhaens mengajak banyak penduduk lokal dan penguasa mereka
pada agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi kebinasaannya. Ia menjadi
terlibat dalam pertikaian antarsuku dan, dengan hanya 60 pria, menyerang
sekitar 1.500 penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa senapan busur, senapan
kuno, dan Allah akan menjamin kemenangannya. Sebaliknya, ia dan sejumlah
bawahannya tewas. Magelhaens berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia
meratap, 'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati
kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari
kapal mereka, dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.
Sewaktu Magelhaens
tewas, ia berada di lingkungan yang tidak asing. Sedikit ke arah selatan
terletak Kepulauan Rempah dan ke arah barat, Malaka, tempat ia pernah berjuang
pada tahun 1511.
Seandainya, sebagaimana diperkirakan oleh beberapa sejarawan, ia berlayar ke
Filipina setelah pertempuran di Malaka, maka sesungguhnya ia telah mengelilingi
bola bumi—meskipun, tentu saja, tidak dalam sekali jalan. Ia telah mencapai
Filipina dari timur dan barat.
Pelayaran
Pulang
Karena sekarang jumlah
awak pelayaran itu tinggal sedikit, tidak mungkin untuk berlayar dengan tiga
kapal, jadi mereka menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang
masih tinggal ke tujuan terakhir mereka, Kepulauan Rempah. Kemudian, setelah
mengisi muatan dengan rempah-rempah, kedua kapal itu berpisah. Akan tetapi,
awak kapalTrinidad ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan.
Namun, Victoria,
di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput. Sambil
menghindari semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute
Portugal mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi
perbekalan merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai
Spanyol pada tanggal 6 September 1522—tiga
tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak berdaya
yang bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah
orang pertama yang berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun
menjadi pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoriaseberat
26 ton menutup ongkos seluruh ekspedisi!
Nama
Magelhaens Terus Dikenang
Selama bertahun-tahun,
Magelhaens tidak mendapat tempat semestinya dalam sejarah. Disimpangkan oleh
laporan para kapten yang memberontak. Reputasinya, mengatakan bahwa ia seorang
bengis dan tidak becus. Orang Portugis mencapnya sebagai pengkhianat. Sungguh
menyedihkan, catatannya lenyap sewaktu ia meninggal, kemungkinan dimusnahkan
oleh orang-orang yang akan dirugikan olehnya. Tetapi berkat Pigafetta yang
gigih—salah seorang dari 18 navigator yang selamat itu—dan sekitar 5 anggota
lainnya dalam ekspedisi tersebut, nama Magelhaens mendapat tempat dalam catatan
sejarah dunia.
Pada waktunya, sejarah
mengubah penilaiannya, dan dewasa ini nama Magelhaens mendapat kehormatan yang
selayaknya.
Mengapa pelayaran
Magelhaens sedemikian penting? Pertama, ia membuktikan bahwa Amerika bukan
bagian serta tidak berdekatan dengan Asia,
sebagaimana yang dipikirkan oleh Columbus. Kedua, pada akhir pelayaran itu,
perbedaan satu hari dalam tanggal memperlihatkan perlunya menetapkan suatu
garis penanggalan internasional. Dan terakhir, sebagaimana dikatakan penulis
sains Isaac Asimov, ia memperlihatkan bahwa bumi berbentuk bulat selaras dengan Alkitab yang ia percayai.
Alkitab sendiri telah menyatakannya lebih dari 2.250 tahun.
Selamat
Ketika satu kapal yang
selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan perjalanan
mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237
laki-laki yang berada di kapal pada awal keberangkatan. Di antara yang selamat,
terdapat dua orang Italia, Antonio
Pigafetta dan
Martino de Judicibus. Martino
de Judicibus adalah orang dari Genoa yang
bertindak sebagai Kepala Pelayan.
Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan pada perjalanan historisnya untuk
menemukan rute barat ke Kepulauan Rempah-rempah Indonesia. Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran
nominatif pada Archivo General
de Indias di Seville, Spanyol.
Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar kapten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar